Saturday, November 4, 2017

Mengikat makna tentang kreatif

Mengikat makna tentang kreatif

Kelas Bunda sayang IIP kembali dimulai, dengan format baru yang tentunya lebih kreatif dan menantang. Dalam cawu ketiga ini tugas pertama bukan hanya meyetorkan hasil pengamatan dan keterlibatan para bunda dalam proses kreativitas saja, tetapi diawali dengan pemahaman mengenai makna kreatif dan bagaimana kreativitas itu hadir di tengah keluarga masing-masing.
Makna kreatif
Sebelum lebih jauh memahami makna kreatif ada baiknya kita melihat makna kreatif terlebih dahulu. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kreatif diartikan sebagai kreatif/kre·a·tif/ /krĂ©atif/ a 1 memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan; 2 bersifat (mengandung) daya cipta: pekerjaan yang -- menghendaki kecerdasan dan imajinasi;.Dari pengertian ini menurut saya kata kunci yang tepat untuk menjelaskan hal tersebut adalah daya cipta. Daya cipta disini adalah mencakup semua aspek bukan hanya sesuatu yang konkrit semata.
Referensi kreatif
Ada banyak referensi yang menjelaskan tentang apa dan bagaimana makna kreatif, sebelum lebih jauh membah salah satu referensi yang paling penting dijadikan sebagai rujukan adalah Al Qur’an. Di dalam konsep Islam kreatifitas adalah sebuah keniscayaan dan fitrah manusia, karena Allah SWT memerintahkan manusia untuk mempergunakan akalnya sedangkan akal adalah sumber kreativitas. “Demikianlah, Alah menerangkan kepadamu ayat-ayat –Nya, agar kamu berpikir” (QS. Al Baqarah : 219). Dari proses kreatif lahirlah sesuatu yang baru, yang berbeda dan unik dari yang ada sebelumnya,  dan tentu saja perubahan yang dimaksudkan adalah perubahan yang lebih baik. Lahirnya sesuatu yang baru dari proses kreatif merupakan peubahan yang sama seperti diisyaratkan dalam Al Quran surah Ar-Rad :11 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang ada dalam diri mereka.”  Jadi stigma yang mengatakan bahwa agama menghalangi proses kreatifitas manusia tidaklah sepenuhnya benar. Salah satu referensi yang menurut saya baik untuk dibaca mengenai Islam dan kreatifitas dapat diakses pada http://muhamadqbl.blogspot.co.id/2013/05/islam-dan-kreativitas-belajar_9.html
Kreatifitas pada orang dewasa sangat ditentukan oleh FOR (Frame of Refference)  dan FOE (Frame of Experience), ini menjadi hal yang sangat penting ketika saya akan mendidik anak utamanya dalam sisi kreatifitas. Kenapa? Karena seperti kata Kreshna Adhitya dalam slidenya bahwa seringkali orang tualah yang mematikan kreativitas anak. Banyak melarang karena terlalu protektif atau karena tidak ingin repot dengan akibat proses kreatif yang dilakukan anak-anak.
Diskusi tentang kreatifitas pun berkembang dalam kelas Bunda Sayang, dalam diskusi ini Ibu Septi menghadirkan infografis tentang kreatif.
1.       Ubah fokus dan geser sudut pandang
Seringkali orang tua melihat sesuatu hanya dari satu titik, latar belakang setiap orang tua yang berbeda-beda dan seringkali kekurangan waktu menjadi penyebab akan hal ini.





2.       Don’t Assume
Terlalu cepat menilai dan menghakimi seringkali menghambat kreatifitas anak, karena menyimpulkan sesuatu dengan mudah dan cenderung negatif terkadang membuat orang tua terlalu sering melarang anak.





3.       Outside The Box Thinking
Pola pendidikan dan pengalaman hidup yang didapatkan orang tua, seringkali membuat salah dalam menilai anak. Menggunakan kaca mata hitam yang sama untuk melihat laut dan gunung membuat pandangan kita tetap gelap tidak berbeda. Hal yang sama juga terjadi ketika kita melihat proses aktifitas anak dari pengalaman dan kaca mata kita yang jelas –jelas sudah tidak relevan.









Dari ketiga hal diatas dapat disimpulkan bahwa proses kreativitas utamanya pada  anak-anak menjadi tanggung jawab orang tua dengan garis besar sebagai berikut :




Kreatfitas dalam rumah saya

Saya dan pak suami berbeda latar belakang yang cukup banyak, mulai dari berbeda suku, perbadaan umur yang cukup jauh serta disiplin ilmu yang berbeda. Selama ini kami cukup jatuh bangun mendidik dan membersamai anak sembari menyamakan frekwensi.
Terkadang saya lebih longgar dalam melarang, karena sejauh ini pemahaman saya jika anak terlalu banyak dilarang maka akan mematikan potensinya. Sedangkan untuk suami saya lebih sering melarang pada anak-anak. Ilmu kreatiftas saya masih jauh sangat kurang, apalagi saya juga termasuk orang yang tidak kreatif. Ada beberapa hal yang harus kami perbaiki dalam hal ini, antara lain:
- Menyamakan frekwensi dalam pengasuhan
- Menyediakan sarana belajar yang banyak dan beragam
- Tidak terburu-buru  dalam menyimpulkan sesuatu
- Memberikan lebih banyak waktu dalam mendampingi proses kreativitas anak-anak.

Wallahu a’lam bisshawab.

“ Anak-anak secara fitrah sudah lahir kreatif, kitalah yang harus mengubah diri agar layak mendampingi para creator di jamannya nanti” -bu septi-

#kelas bunda sayang
#InstitutIbuProfesional
#ThinkCreative

Sumber:
·         Al_Qur’an
·         https://kbbi.web.id/kreatif
·         Ibu Septi Peni Wulandani. 30 Oktober 2017. Diskusi Materi Kreativitas. WA Grup Bunda Sayang Koordinator.






0 komentar:

Post a Comment