Sunday, August 6, 2017

Airish dan kAsih yang tak pernah kering

Ini tentang menyusui
Airish, anak pertama yang membawa begitu banyak perubahan besar dalam hidup saya  "Saya jadi Ibu" adalah kalimat sakti yang tiba-tiba membawa surga berada di telapak kakiku, ah betapa Allah maha penyayang pada hambaNya.
Melahirkan adalah pengalaman mendebarkan karena Airish, betapa tidak separuh hidup separuh mati, fifty-fifty. Mengerahkan sekuat tenaga, berdoa sepenuh jiwa, berharap diberi waktu mengasuh dan membesarkannya, ah betapa Allah maha penyayang pada hambaNya.
Perjalanan berikutnya akan begitu panjang, perubahan status membawa konsekuensi besar dalam hidup.
Pertama kali bertemu Airish adalah sehari setelah peristiwa maha dahsyat, melihat wajahnya, menyentuh kulitnya, inikah karunia Allah yang menjadi nikmat dan ujian bagi kami?. ah betapa Allah maha penyayang pada hambaNya.
Airish menangis dan terjadilah peristiwa meyusuinya, anakku, buah hatiku, masih terasa hingga kini aliran colostrum untuk Airish, jamuan pertama Allah SWT pada hambaNya dimuka bumi mengandung beribu manfaat, Ah betapa Allah maha penyayang pada hambaNya.
Hari berganti kemana saya pergi akan ada Airish bersamaku, keras kepala untuk menyusuinya, demi membangun kedekatan, demi pertanggungjawaban kepada yang memberikan hidup. Bahwa sekuat tenaga sesanggup yang saya bisa untuk Airish.
Keras kepala menyusuinya hingga ke kantor pun dia kubawa, ah betapa enam bulan yang begitu indah bersama Airish.
Ada rasa yang tak biasa ketika menyusuinya hingga terlelap dibuaian, tak ada kata yang bisa menjabarkan getaran rasa di Masa-masa itu :), hingga akhirnya alhamdulillah Airish berhak wisuda S1.
Enam bulan dua minggu, Airish sakit, ah begitu sedihnya, beginilah rasanya menjadi Ibu ketika anak sakit, seperti disayat sembilu melihat buah hati menangis dan merintih sakit, akhirnya saya memutuskan untuk menitipkan Airish di rumah.
Perjuangan menyusuinya harus di lanjutkan dengan memompa ASI resiko bingung puting dan kurangnya bounding pada Ibu harus saya pilih, ketimbang harus  melihat dia sering jatuh sakit, pilihan yang sulit memang.
Di umur tujuh bulan Airish, saya positif hamil. Ah nak, begitu galau saya saat itu senang dan sedih campur aduk menambah sensitivitas. Menangis membayangkan Airish yang masih kecil belum terpenuhi dengan kasih sayang harus rela berbagi dengan adiknya, tapi berbekal tawakal pada Allah, saya membujuk diri untuk tidak berlarut dalam kegalauan. Meskipun begitu saya tetap menyusui Airish tanpa menghindahkan teguran orang untuk tidak lagi menyusuinya.
Di usia delapan bulan Airish, saya harus menyerah tidak memaksa untuk tandem hamil dan menyusui. Kontraksi sering terjadi ketika saya menyusui Airish, dan ini berbahaya bagi janin. Ah Airish hanya sampai di delapan bulan jatah ASI untuknya, sedih sedu sedan.
Inilah perjalanan singkat menyusui Airish, Maafkan saya nak jika tidak bisa menyusuimu hingga dua tahun. Waktu yang kita punya tidak lama tapi yakinlah nak, cinta tetta tak terbatas waktu untukmu, karena sejatinya kasih ini tak pernah kering untukmu.
InsyaAllah
Peluk cium tetta untuk Airish sholehah.

#WorldBreastfeedingWeek

#IIP

1 komentar:

Abu Lathifah said...

Teruslah menulis..... ������

Post a Comment